Kesehatan
Jerat Obesitas di Balik Akses Makanan Serba Instan Makin Menjamur

Laporan Child Nutrition Report 2025 "Feeding Profit: How food environments are failing children" Unicef mengungkap negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah mengalami peningkatan prevalensi obesitas pesat dalam dua dekade terakhir.

Prevalensi kelebihan berat badan di kalangan anak-anak dan remaja berusia 5 hingga 19 tahun bahkan meningkat tiga kali lipat antara periode 2000 dan 2022, serta mencapai tingkat sedang, dari 15 persen menjadi kurang dari 25 persen di sembilan negara. Lima di antaranya berada di Asia Selatan, Afghanistan, Bhutan, Republik Demokratik Kongo, Liberia, Maladewa, Pakistan, Sri Lanka, Vietnam, dan tentu Indonesia.

Spesialis gizi dr Angela Dalimarta SpGK menyebut banyak faktor di balik pemicu obesitas semakin tinggi. Terbanyak menurutnya berkaitan dengan akses pola makan serba instan yang semakin mudah ditemui.

"Ketersediaan makanan instan, makanan cepat saji, makanan ultraproses makin tinggi, sehingga gampang didapat oleh beragam macam kalangan," sorot dr Angela di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (6/12/2025).

Tidak jarang dari mereka yang belum sempat menyiapkan atau memasak real food bahan segar langsung diolah, memilih makanan cepat saji dengan alasan lebih praktis. Hal ini sejalan dengan laporan Unicef terkait peningkatan paparan industri retail yang menjajakan makanan rendah gizi, camilan murah, ultra processed food (UPF), makanan siap saji dengan banyak bahan kimia tambahan, sampai minuman manis.

"Karena tidak sempat prepare makanan, mencari makanan instan, risiko obesitas tentu akan semakin meningkat, bahkan sekitar 23 persen orang dewasa sudah mengalami obesitas di Indonesia," tuturnya.

Sementara anak dan remaja disebutnya sangat rentan dengan obesitas akibat faktor lingkungan. Mereka bisa lebih bebas memilih makanan di retail terdekat tanpa pengawasan orangtua, atau malah mengikuti kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat dari keluarga.

"Anak-anak juga meningkat trennya, makanya sekarang harus diubah gaya hidupnya supaya kalau keluarga hidupnya sehat pastinya anak-anak juga akan lebih sehat hidupnya, jadi nanti ke depan saat dewasanya pun, menurunkan angka obesitas ke depannya," lanjut dia.

Tren yang tidak jauh berbeda bahkan terpantau lebih tinggi ditemukan pada usia dewasa, dan dewasa muda. Berdasarkan hasil cek kesehatan gratis (CKG) yang dihimpun hingga Oktober 2025, puncak kasus obesitas berada di rentang 40 hingga 59 tahun atau sekitar 1,1 juta kasus pada wanita dan 200 ribu orang pada pria.

Sebagai catatan, data tersebut belum benar-benar menggambarkan realita yang ada di Indonesia. Mengingat, baru sekitar 60 dari 280 juta penduduk yang mengikuti CKG. Meski begitu, Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi menekankan salah satu penyebab utama obesitas sudah bisa terlihat, yakni 96 persen kurang aktivitas fisik.

dr Nadia juga menyoroti perubahan pola hidup di tengah era modernisasi yang semakin bergeser.

"Yang tadinya kita harus jalan dulu untuk mendapatkan makanan, sekarang nggak. Ibu rumah tangga yang dulu harus masak, sekarang tinggal pesan. Bukan cuma fast food, makanan apa pun sekarang tersedia dan gampang diakses online," tutur dia.

"Hanya dengan beberapa klik, makanan datang dalam waktu singkat."

Cegah Obesitas Memburuk, Harus Gimana?

Beberapa waktu lalu, dokter spesialis penyakit dalam Dicky Tahapary, SpPD-KEMD, PhD, menekankan aktivitas fisik minimal 150 menit per minggu sangat disarankan. Perubahan kecil yang dimulai sejak dini dapat mencegah obesitas tanpa harus langsung mengonsumsi obat.

Jika hasil belum optimal, dokter baru mempertimbangkan farmakoterapi. "Tidak semua pasien langsung diberi obat. Kami menilai dulu kondisi metaboliknya," katanya.

Obat hanya berfungsi sebagai pendamping, bukan solusi utama, serta harus digunakan dengan pengawasan ketat karena tetap memiliki risiko efek samping. Ketika masih belum berhasil, barulah pasien dipertimbangkan untuk operasi bariatrik, prosedur yang mengecilkan kapasitas lambung guna mengontrol asupan.

Namun ini bukan solusi instan. "Bariatrik harus sesuai indikasi medis. Setelah operasi, pola hidup sehat tetap wajib," tegasnya.

Beda Bariatrik Vs Liposuction

Selain bariatrik, prosedur sedot lemak atau liposuction juga kerap menjadi pilihan. Lantas apa bedanya?

dr Kuswan Ambar Pamungkas SpBPRE, Subsp K (K), M, menjelaskan perbedaan mendasar antara operasi bariatrik dan liposuction yang kerap disalahpahami sebagai prosedur serupa. Menurutnya, keduanya justru memiliki tujuan, indikasi, serta manfaat klinis sangat berbeda.

"Sebetulnya masyarakat awam tidak perlu bingung memilih antara bariatrik dan liposuction karena indikasinya jauh berbeda," kata dr Kuswan, Sabtu (6/12).

Rekomendasi bariatrik

Ia menegaskan, bariatrik direkomendasikan untuk pasien dengan BMI >35, atau BMI >30 disertai komorbid seperti diabetes, hipertensi, atau gangguan metabolik lainnya.

Prosedur ini dilakukan dengan mengubah struktur saluran cerna, misalnya memotong sebagian lambung atau usus, sehingga penyerapan makanan berkurang dan penurunan berat badan dapat dicapai lebih cepat.

"Tujuan bariatrik adalah menurunkan berat badan secara signifikan untuk mencegah munculnya penyakit atau mencegah penyakit menjadi lebih berat," jelasnya.

Sementara itu, liposuction bukan prosedur pengobatan obesitas. Tindakan ini bertujuan mengangkat lemak di area tertentu untuk membentuk kontur tubuh, bukan mengatasi gangguan metabolik.

"Indikasi utamanya adalah adanya distribusi lemak yang tidak merata. Liposuction tidak bisa menggantikan bariatrik. Keduanya bukan substitusi," tegas dr Kuswan.

Dengan kata lain, bariatrik bekerja pada akar masalah obesitas dan metabolisme, sedangkan liposuction bersifat kosmetik.

Kesehatan
10 Kebiasaan yang Bikin Otak Lebih Cerdas Kata Ahli Saraf, Apa Saja?

Ahli saraf semakin menegaskan bahwa kebiasaan kecil yang dilakukan secara konsisten mampu membentuk ulang jalur saraf di otak. Pola berulang inilah yang diam-diam memengaruhi ketajaman berpikir, kecepatan belajar, hingga ketahanan mental seseorang dalam menghadapi tekanan.

Hal ini disampaikan ahli bedah saraf lulusan AIIMS, Arun L Naik. Ia menyebut otak berkembang paling cepat lewat pengulangan.

"Ketika kita melakukan suatu tugas berulang kali, neuron akan aktif pada pola yang sama. Neuron yang aktif bersama akan terhubung bersama," terang Dr Arun, dikutip dari Times of India.

Berikut 10 kebiasaan yang disebut dapat membantu "menajamkan" otak jika dilakukan secara konsisten:

1. Tidur dan Bangun di Waktu yang Sama Setiap Hari

Ritme tidur yang teratur membantu mengatur jam biologis tubuh dan memperkuat konsolidasi memori. Konsistensi ritme sirkadian disebut berkaitan dengan aktivitas hipokampus yang lebih optimal.

2. Meluangkan Waktu Membaca 20-30 Menit per Hari

Membaca dapat melatih fokus, memperkaya kosakata, dan mengaktifkan banyak area otak. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini disebut bisa meningkatkan kinerja kognitif.

3. Rutin Jalan Kaki atau Olahraga

Aktivitas fisik harian meningkatkan kadar brain-derived neurotrophic factor (BDNF), protein penting untuk pertumbuhan dan pemeliharaan sel saraf. Dampaknya tak hanya pada fisik, tetapi juga pada fungsi eksekutif dan daya ingat.

4. Minum Air Secara Teratur

Hidrasi tiap 2-3 jam menjaga neurotransmisi tetap optimal. Bahkan, dehidrasi ringan dilaporkan bisa menurunkan konsentrasi dan daya ingat jangka pendek.

5. Meditasi di Waktu yang Tetap

Latihan mindfulness atau meditasi membantu memperpanjang rentang perhatian, mengatur emosi, dan memperkuat memori kerja.

6. Menulis Jurnal Setiap Hari

Kebiasaan menulis memperkuat proses refleksi, perencanaan, dan kejernihan emosi. Aktivitas juga membantu penguatan memori.

7. Belajar Satu Hal Baru Tiap Hari

Mempelajari kata baru, fakta, atau keterampilan sederhana setiap hari. Hal ini menjaga hipokampus tetap aktif dan mendukung neuroplastisitas.

8. Menghindari Kebiasaan Multitasking

Sering berpindah tugas dinilai dapat merusak jaringan fokus. Sebaliknya, fokus pada satu tugas memperkuat sirkuit saraf yang mendukung konsentrasi.

9. Membuat Rencana atau Daftar Tugas Harian

Menyusun agenda membantu pengambilan keputusan dan mengurangi beban mental. Terutama saat tugas-tugas mulai menjadi rutinitas.

10. Menjalani Pola Makan Konsisten Ramah Otak

Pola makan rendah peradangan, seperti kaya sayur, buah, biji-bijian utuh, kacang, dan lemak sehat. Ini dikaitkan dengan risiko penurunan kognitif yang lebih rendah.

Dr Arun menegaskan kebiasaan tersebut bukanlah hal yang rumit. Cara-cara ini dapat dilakukan, jika dijalani secara konsisten, dapat menjadi "investasi" jangka panjang bagi kesehatan otak.

Seiring waktu, rutinitas sederhana ini mampu meningkatkan fokus, kejernihan mental, suasana hati, hingga ketahanan kognitif dalam jangka panjang.

Buah dan Sayur
Ternyata 6 Buah Ini Bisa Bikin Ginjal Lebih Sehat

Ginjal bekerja tanpa henti menyaring limbah, menyeimbangkan cairan, dan menjaga kadar nutrisi penting dalam tubuh. Asupan makanan, terutama buah-buahan, mengandung kombinasi vitamin, mineral, antioksidan, dan serat yang ampuh berperan besar dalam melindungi fungsi organ vital ini.

"Sebuah studi mengamati data lebih dari 98 ribu peserta dan menemukan bahwa makan lebih banyak buah dikaitkan dengan risiko 6 hingga 8 persen lebih rendah terkena penyakit ginjal," beber ahli diet, Jen Hernandez, RD, dikutip dari Eating Well.

Namun, tidak semua buah memberi manfaat yang sama. Berikut enam buah yang dinilai paling baik untuk kesehatan ginjal menurut ahli:

1. Anggur Merah

Anggur merah kaya senyawa resveratrol, antioksidan yang membantu melindungi sel ginjal dari kerusakan dan peradangan. Kandungan kaliumnya juga relatif lebih rendah dibanding buah lain, sehingga lebih ramah bagi ginjal.

2. Apel

Apel mengandung serat larut dan senyawa antiinflamasi yang membantu menurunkan kolesterol, serta kadar gula darah. Manfaat ini penting karena diabetes dan tekanan darah tinggi, yang merupakan penyebab utama gangguan ginjal.

3. Blueberry

Buah beri ini kaya antosianin dan vitamin C yang bekerja sebagai antioksidan kuat. Konsumsi buah-buahan kaya flavonoid seperti blueberry diketahui dapat menurunkan risiko penyakit ginjal kronis secara signifikan.

4. Lemon

Lemon membantu mencegah pembentukan batu ginjal berkat kandungan sitratnya. Selain itu, menambahkan perasan lemon ke dalam air dapat meningkatkan asupan cairan, yang penting untuk fungsi ginjal optimal.

5. Nanas

Nanas kaya vitamin C, mangan, dan senyawa antiinflamasi, termasuk enzim bromelain. Buah ini juga memiliki kadar kalium yang lebih rendah, sehingga lebih aman bagi individu yang perlu membatasi asupan kalium.

6. Raspberry

Raspberry merupakan salah satu buah dengan kandungan serat tertinggi. Serat ini membantu menjaga kestabilan gula darah, faktor penting dalam melindungi ginjal, terutama pada orang dengan diabetes.

Para ahli menekankan konsumsi buah-buahan secara rutin, disertai pola makan seimbang dan hidrasi yang cukup. Hal ini dapat membantu menjaga ginjal tetap sehat dalam jangka panjang.

Kesehatan
4 Alasan Tidak Boleh Minum Teh Setelah Konsumsi Obat, Bisa Begini Efeknya

Kebanyakan jenis obat-obatan memiliki rasa yang pahit sehingga terkadang sulit untuk dikonsumsi. Beberapa orang mengakali hal tersebut dengan minum teh setelah konsumsi obat. Namun, kebiasaan tersebut ternyata tidak dianjurkan loh.

Teh merupakan salah satu minuman yang mengandung kafein. Selain itu, teh juga mengandung tanin. Normalnya, kedua zat tersebut dapat memberikan manfaat positif bagi kesehatan, seperti meningkatkan mood, mengurangi depresi, hingga menurunkan tekanan darah.

Namun, kedua zat tersebut juga bisa menimbulkan efek negatif ketika berinteraksi dengan kandungan tertentu yang ada di dalam obat-obatan. Akibatnya, mengonsumsi teh setelah minum obat-obatan tertentu justru malah bisa memicu efek samping bagi kesehatan.

Mengapa Tidak Boleh Minum Teh Setelah Konsumsi Obat?

Lantas, apa yang sebenarnya terjadi ketika kita minum teh setelah konsumsi obat? Tergantung dari jenis obat-obatannya, minum teh setelah konsumsi obat bisa menyebabkan beragam efek samping. Dikutip dari berbagai sumber, berikut ulasannya.

1. Menghambat Proses Penyerapan Obat

Salah satu alasan tidak boleh minum teh setelah minum obat adalah karena dapat menghambat proses penyerapan obat tersebut oleh tubuh. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, teh mengandung zat bernama tanin. Tanin merupakan senyawa kimia yang dapat mudah melebur dengan zat lain, seperti protein dan mineral. Senyawa ini pula yang memberikan rasa dan warna pada beberapa jenis teh.

Dikutip dari MedlinePlus, kandungan tanin dalam teh, khususnya teh hitam, dapat menghambat proses penyerapan obat tertentu, seperti obat antipsikotik yang mengandung phenothiazine. Karena itu, disarankan untuk menghindari konsumsi teh hitam 1-2 jam setelah mengonsumsi obat phenothiazine.

2. Menurunkan Efektivitas Obat Penunda Pembekuan Darah

Obat-obatan seperti Warfarin (Coumadin) bertujuan untuk mencegah atau memperlambat proses pembekuan darah yang berpotensi membahayakan. Obat ini bekerja dengan cara menurunkan vitamin K yang memproduksi protein yang dibutuhkan untuk pembekuan darah.

Beberapa jenis teh, seperti teh hijau dan teh hitam, mengandung vitamin K yang bertolak belakang dengan Warfarin. Jika dikombinasikan, teh tersebut malah menurunkan efektivitas dari Warfarin sehingga meningkatkan risiko terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah.

3. Menurunkan Efektivitas Obat Tertentu

Kandungan kafein dalam teh juga dapat menurunkan efektivitas obat-obatan tertentu. Misalnya, phenobarbital dan phenytoin (obat kejang), rosuvastatin (obat penurun gula kolesterol), felodipine (obat hipertensi), dan risedronate (obat osteoporosis).

4. Menyebabkan Gangguan Jantung

Kombinasi teh dan beberapa obat-obatan juga dapat memberikan efek samping pada jantung. Misalnya, ephedrine.

Ephedrine adalah obat yang digunakan untuk mengatasi darah rendah (hipotensi). Obat ini bekerja dengan cara merangsang jantung untuk memompa lebih keras sehingga meningkatkan tekanan darah. Kafein juga memiliki efek yang serupa. Karenanya, mengonsumsi teh dan ephedrine berpotensi memberikan stimulasi yang terlalu berlebihan dan menyebabkan masalah jantung serius.

Efek serupa juga bisa muncul ketika mengkombinasikan teh dengan obat asma dan obat stimulan lainnya.